Minggu, 29 Januari 2017

Peranan perencanaan fisik pembangunan

Peranan perencanaan fisik pembangunan
·         Lingkup nasional
·         Lingkup Regional
·         Lingkup Lokal
·         Lingkup Sektor swasta

Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya.

Lingkup nasional
Kewenangan semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara lain adalah :
¤  Dept. Pekerjaan Umum
¤  Dept. Perhubungan
¤  Dept. Perindustrian
¤  Dept. Pertanian
¤  Dept. Pertambangan
¤  Energi, Dept. Nakertrans. 

Dalam hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya juga sangat penting. Perencanaan fisik pada tingkat nasional umumnya tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifik dan mendetail. Tetapi terbatas pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi pelaksanaannya.

Misalnya:
suatu program subsidi untuk pembangunan perumahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas dampak spesifik program ini pada suatu daerah.

Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.

Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal.

Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.

LINGKUP REGIONAL

Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah).
Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provinsi.

Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik, koordinatif.

Contoh, misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan.

Masalah yang sering mennyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain.       Ada instansi khusus lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus.
Contoh otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS.

LINGKUP LOKAL
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas,

contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM.

Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II. Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.

Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.

LINGKUP SWASTA

Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat perbelanjaan dll. Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas.

Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme.

Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan.

Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku.


Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.

dibawah ini terdapat artikel mengenai perencanaan pembangunan 

Urgensi Data dan Informasi

Menunggu reformasi  BPS menjadi pusat data di Indonesia kelak, kita tidak dapat ingkari bahwa keberadaan data dan informasi sangat urgen dalam perencanaan pembangunan. Data dan informasi adalah urat nadi pembangunan, dasar pengambilan keputusan dan  pijakan merancang bangun program dan kegiatan pembangunan.
Perencanaan pembangunan yang tidak berbasis data dan informasi akan menyebabkan hasil pembangunan timpang atau tidak sesuai dengan harapan bahkan proyek pembangunan berujung mangkrak. Proyek-proyek demikian merupakan produk pembangunan yang gagal atau cacat. Kepala BAPPEDA Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ir. Wayan Darmawa, kerap mengunakan istilah sampah pembangunan untuk menggambarkan situasi tersebut di atas. Di sebut sampah karena keberadaan proyek-proyek mangkrak mengotori ruang publik.

Berkaca dari Hambalang

Wisma Atlet Hambalang adalah salah satu contoh sampah pembagunan.  Kita dapat berkaca dari kasus atau proyek ini dalam merancang bangun program dan kegiatan.  Tempo.co (2012) mensinyalir lima (5) penyebab proyek hambalang gagal. Pertama,  Hambalang berada di kawasan cincin api (ring of fire). Kedua, kontur tanah. Hambalang merupakan pebukitan yang kemiringan mencapai 45 derajat atau lebih sehingga sangat berbahaya membangun gedung lebih dari 2 lantai.
Ketiga,  kawasan Hambalang rawan longsor. Masyur Irsyam, pakar geotechnical engineering ITB,  memaparkan bahwa jenis tanah Hambalang merupakan tanah ekspansif (cleyshale) sehingga mudah longsor dan lapuk.
Keempat,  Hambalang merupakan daerah dengan curah hujan tinggi. Kondisi alam seperti ini mudah menimbulkan longsor karena tanahnya labil. Terakhir, spesifikasi konstruksi. Diduga kualitas spesifikasi konstruksi bangunan di bawah standar.
Lima alasan di atas, jelas terlihat empat alasan pertama sudah menunjukkan data dan informasi yang valid tetapi diabaikan dalam tahap perencanaan.
Penurunan spesifikasi konstruksi merupakan hal lain – terkait dengan perilaku korupsi. Tetapi ini bisa menggambarkan hitungan perencanaan sudah tepat tetapi karena perilaku menyimpang berdampak pula pada keberlanjutan pembangunan atau kualitas pembangunan.  Lacurnya, Hambalang yang semula akan menjadi wisma atlet menjelma menjadi rumah hantu dan menjadi sampah pembangunan.

Keinginan vs Kebutuhan

Kita tidak dapat pungkiri bahwa banyak perencanaan pembangunan yang bersifat pengulangan proyek atau kegiatan tahun sebelumnya (tanpa melalui sebuah kajian yang lebih dalam dan tajam). Yang berbeda adalah lokasinya, mungkin juga, lokasi tetap sama. Padahal tidak semua program atau kegiatan proyek bisa berlaku sama di semua tempat, begitu pun dari aspek waktunya. Sebagai contoh proyek pembangunan jalan raya di kawasan yang labil tidak sama perlakuan dengan proyek pembangunan jalan yang kontur tanah yang tidak labil. Budidaya tanaman pada tempat atau lokasi yang sama mungkin saja tidak sama karena adanya perubahan iklim atau kerentanan iklim setiap tahunnya.
Pola penjaringan aspirasi melalui mekanisme perencanaan yang mulai dari Musrebangdes  hingga Musrenbangnas baik adanya. Begitupula penyaringan pokok pikiran anggota dewan. Namun, hasil akan lebih maksimal jika ada tindakan lanjutan melalui sebuah kajian ilmiah yang didukung oleh data dan informasi yang memadai.
Tanpa melalui proses ilmiah, praktek ini menggiring perspektif perencanaan pembangunan yang berorientasi keinginan daripada perencanan pembangunan beorientasi kebutuhan. Pembangunan bukan soal keinginan politis semata, melainkan kebutuhan riil masyarakat. Untuk menjawab kebutuhan masyarakat, setiap perencanaan harus melalui kajiaan atau telaah ilmiah – analisis yang lebih mendalam.

Perilaku Masyarakat

Banyak pula perencanaan pembangunan sesuai dengan mekanisme aturan, tetapi hasil pembangunan tidak digunakan maksimal seusuai peruntukannya. Gedung menjadi bangunan tua dan menunggu waktu runtuh.
Contoh yang paling nyata adalah terminal-terminal angkutan darat di NTT. Banyak terminal kota yang tidak digunakan karena perilaku sopir yang lebih suka memarkir kendaraan di jalan utama dan membuat terminal bayangan. Belum lagi perilaku penumpang yang lebih memilih turun atau naik bus/angkutan di jalan raya daripada di terminal. Pemandangan ini mudah dijumpai di terminal Watujaji dan Terminal Ndao – dua contoh dari sejumlah hasil pembangunan yang terlantar karena perilaku penyedia dan pengguna jasa.

Kualitas Informasi

Perencanaan dan perilaku masyarakat sangat ditentukan oleh kajian berbasis data dan informasi. Seberapa penting data dan informasi dapat dicermati dari sebuah ungkapan berbunyi “gerbage in, garbage out” atau “gold in, gold out” – sampah yang masuk, sampah yang keluar atau emas yang masuk, emas yang keluar. Ungkapan ini berlaku pula dalam perencanaan pembangunan.
Pembangunan akan berhasil maksimal (menjadi emas) jika didukung oleh data dan informasi yang valid dan up to date, sebaliknya, pembangunan akan menjadi sampah pembangunan (menjadi sampah), jika tidak ditopang oleh data dan informasi yang memadai.
Untuk mewujudkan perencanaan pembangunan yang ideal, setiap usulan program atau kegiatan harus berbasis kajian ilmiah agar pertimbangan multi aspek pembangunan diperhitungkan secara matang dan produk dari pembangunan berdaya guna maksimal. Kajian itu perlu ketersediaan data dan informasi yang memadai.
Jogiyanto (2010), menguraikan ketersediaan data dan informasi harus mempertimbangkan tiga hal, yaitu, pertama, akurat (accurate). Informasi yang digunakan sudah bebas error dan bias sehingga tidak menyesatkan. Akurasi informasi harus mencerminkan maksudnya secara jelas.

Kedua, tepat waktu (timelines). Informasi yang digunakan harus up to date atau kekinian. Informasi yang usang tidak bermakna apa-apa dan goyah untuk dijadikan  landasan dalam pengambilan keputusan.
Terakhir, relevan (relevance). Informasi yang digunakan harus memiliki relavansi dengan kegiatan atau proyek yang akan dilakukan. Setiap informasi berbeda untuk setiap kegiatan/proyek karena sangat ditentukan oleh kebutuhan. Suatu informasi lebih bernilai jika manfaatnya lebih efektif daripada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya.

Barometer Perencanaan Pembangunan

Pertanyaan, apakah para perencana sudah mempertimbangkan tiga aspek di atas? Apapun jawaban, kualitas informasi menjadi sebuah keharusan karena akan berdampak pada kualitas pembangunan yang berorientasi kebutuhan masyarakat bukan kehendak atau keinginan perorangan atau sekelompok orang.
Para perencana harus mampu memotret rencana pembangunan secara obyektif dan efektif dengan berpijak pada data dan informasi yang valid. Kegagalan pembangunan sering terjadi karena perencana mengabaikan data dan informasi yang terkait dengan perencanaan itu sendiri.

Barometer pembangunan ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terus berkembang dan berubah secara kuantitas dan kualitas – bukan mengulang-ulang pembangunan yang sama, misalnya pembangunan atau perbaikan jalan raya yang itu-itu saja. Itu berarti ada sesuatu yang salah dalam menerapkan strategi perencanaan pembangunan.

kritik dari saya, sebenarnya dalam sebuah perencanaan pembangunan haruslah dipikirkan matang-matang. mulai dari perencanaan lokasi, biaya, tenaga kerja, persyaratan apa saja yang dibutuhkan, analisis terhadap semua masalah yang ada. Sehingga sebuah pembangunan pun tidak menjadi sia-sia atau terdapat kesalahan pada saat atau sesudah pembangunan. mohon maaf bila ada salah kata. Terima Kasih.

sumber:
Perencanaan Fisik Pembangunan. http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=49599  (diakses tanggal 30 Januari 2017)
Moggi , Giorgio Babo. Perencanaan Pembangunan dan Perilaku Masyarakat. http://koepang.com/dampak-perencanaan-pembangunan/ 

Amdal

Pengertian AMDAL
AMDAL atau  Analisis Dampak Lingkungan  , adalah proses didalam studi atau ilmu formal untuk dapat memperkirakan dampak dari lingkungan atau rencana kegiatan atau aktivitas dari proyek dengan bertujuan untuk memastikan adanya suatu masalah dampak lingkungan yang di analisis didalam tahap perencanaan serta juga perancangan proyek ialah sebagai pertimbangan bagi pembuat keputusan.

AMDAL
Pengertian AMDAL menurut PP Nomor. 27 Thn 1999 yang berbunyi ialah bahwa pengertian AMDAL adalah suatu Kajian dari suatu dampak besar serta penting untuk melakukan pengambilan keputusan suatu usaha atau juga kegiatan yang direncanakan didalam lingkungan hidup yang diperlukan bagi suatu proses pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau juga kegiatan. AMDAL adalah suatu analisis yang melingkupi berbagai macam faktor seperti ialah
  1. fisik,
  2. kimia,
  3. sosial ekonomi,
  4. biologi dan sosial budaya
yang ke4 faktor tersebut harus dilakukan secara menyeluruh.
Alasan mengapa diperlukannya AMDAL ialah untuk diperlukannya suatu studi kelayakan dikarenakan didalam undang-undang dan juga peraturan pemerintah dan untuk menjaga lingkungan dari suatu operasi proyek kegiatan industri atau juga kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah suatu
  • PIL (Penyajian informasi lingkungan),
  • KA (Kerangka Acuan),
  • ANDAL (Analisis dampak lingkungan),
  • RPL ( Rencana pemantauan lingkungan),
  • RKL (Rencana pengelolaan lingkungan).

Manfaat Amdal
Dilihat dari fungsi atau kegunaan AMDAL yang sangat menjaga rencana usaha atau juga kegiatan usaha sehingga tidak merusak lingkungan. Manfaat AMDAL meliputi antara lain
Manfaat AMDAL bagi Pemerintah
  1. Mencegah dari pencemaran dan juga kerusakan lingkungan.
  2. Menghindarkan terjadinya suatu konflik dengan masyarakat.
  3. Menjaga agar pembangunan tersebut sesuai terhadap suatu prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
  4. Perwujudan mengenai tanggung jawab pemerintah didalam pengelolaan lingkungan hidup.
Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa.
  1. Menjamin adanya suatu keberlangsungan usaha.
  2. Menjadi suatu referensi untuk peminjaman kredit.
  3. Interaksi atau bersosial yang saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk dapat bukti ketaatan hukum.

Manfaat AMDAL bagi Masyarakat
  1. Mengetahui sejak dari awal dampak terjadinya dari suatu kegiatan.
  2. Melaksanakan dan juga menjalankan kontrol.
  3. Terlibat pada suatu proses pengambilan keputusan.

Tujuan Amdal
Tujuan utama AMDAL adalah untuk menjaga dengan kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha atau juga kegiatan. Tujuan AMDAL adalah suatu penjagaan dalam rencana usaha atau juga kegiatan agar tidak memberikan suatu dampak buruk bagi lingkungan sekitar. berikut ini adalah tujuan amdal
  1. sebagai bahan perencanaan pembangunan suatu wilayah
  2. Membantu suatu proses didalam pengambilan keputusan terhadap suatu kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha atau juga kegiatan
  3. Memberikan suatu masukan didalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha atau juga kegiatan
  4. Memberi masukan didalam melakukan penyusunan rencana pengelolaan serta juga pemantauan lingkungan hidup
  5. Memberikan suatu informasi terhadap masyarakat dari  dampak yang ditimbulkan dari adanya suatu rencana usaha  atau juga kegiatan
  6. Tahap pertama ialah dari rekomendasi mengenai izin usaha
  7. sebagai Scientific Document dan juga Legal Document
  8. sebagai Izin Kelayakan Lingkungan

Prosedur AMDAL
Setiap kegiatan pembangunan secara potensial mempunyai dampak terhadap lingkungan. Dampak-dampak ini harus dipelajari untuk merencanakan upaya mitigasinya. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 (PP 51/1993) tentang Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) menyatakan bahwa studi tersebut harus merupakan bagian dari studi kelayakan dan menghasilkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
  •  Kerangka Acuan (KA) ANDAL, yang memuat lingkup studi ANDAL yang dihasilkan dari proses pelingkupan.
  •  Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), yang merupakan inti studi AMDAL. ANDAL memuat pembahasan yang rinci dan mendalam tentang studi terhadap dampak penting kegiatan yang diusulkan.
  •  Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), yang memuat usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mitigasi setiap dampak lingkungan dari kegiatan yang diusulkan.
  • Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), yang memuat rencana pemantauan dampak lingkungan yang akan timbul.


Prosedur Amdal
RKL dan RPL merupakan persyaratan mandatory menurut PP 51/1993, sebagai bagian kelengkapan dokumen AMDAL bagi kegiatan wajib AMDAL. Untuk kegiatan yang tidak wajib AMDAL, penanggulangan dampak lingkungan yang timbul memerlukan:
1.           Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
2.           Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
3.           Pertanggung-jawaban pelaksanaan audit, antara auditor dan manajemen organisasi.
4.           Komunikasi temuan-temuan audit.
5.           Kompetensi audit.
6.         Bagaimana audit akan dilaksanakan.

Dibawah ini terdapat berita yang berhubungan dengan Amdal

7 Perusahaan Ditetapkan Tersangka Terkait Banjir Garut  

TEMPO.CO, Bandung - Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menetapkan tujuh perusahaan sebagai tersangka perusakan lingkungan di kawasan hulu Sungai Cimanuk, Kabupaten Garut. Ketujuh perusahaan tersebut diduga melakukan kerusakan lingkungan di sekitar kawasan hulu Sungai Cimanuk, yang mengakibatkan terjadinya banjir bandang di sejumlah wilayah Kabupaten Garut pada 20 September 2016.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Yusri Yunus menyebut, ketujuh perusahaan tersebut terdiri atas enam perusahaan swasta dan satu perusahaan milik Badan Usaha Milik Daerah Jawa Barat.

"Ketujuh perusahaan tersebut adalah PT PD, PT DP, PT SAD, PT PJD, PT BRI, dan PT DI. Untuk yang BUMD adalah PT AJ," ujar Yusri kepada wartawan di Markas Polda Jawa Barat, Kamis, 5 Januari 2017.

Yusri menjelaskan, ketujuh perusahaan itu diduga telah melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Tata Ruang. Untuk enam perusahaan swasta, Yusri mengatakan, mereka merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata di kawasan Darajat, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

"Mereka tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Di kawasan yang seharusnya hijau, mereka membangun kawasan wisata sehingga diduga menyumbang banjir bandang saat itu," kata Yusri.

Sementara itu, PT AJ diduga telah melanggar Undang-Undang Perkebunan. Yusri mengatakan PT AJ belum melengkapi analisis dampak lingkungan (amdal).
"PT AJ melakukan kegiatan usaha perkebunan dengan tidak menerapkan amdal, UKL/UPL, dan analisis risiko lingkungan," tutur Yusri.

Untuk keperluan penyidikan, ketujuh perusahaan tersebut dibekukan sementara oleh pihak kepolisian. Yusri tak menampik jumlah tersangka bakal bertambah. Ia menyebut, pihak kepolisian masih terus mendalami dugaan pelanggaran lain.
"Kami akan melanjutkan pemeriksaan, termasuk dugaan tindak pidana korupsi," ujarnya.

Banjir bandang luapan Sungai Cimanuk menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut, 20 September 2016. Diduga penyebab bencana yang menewaskan lebih dari 34 orang ini adalah rusaknya kawasan Sungai Cimanuk di bagian hulu.


Kritik dari saya, proses amdal ini sebenarnya sangatlah bagus bagi kita semua. Hanya saja, masih ada orang orang yang tidak mementingkan pentingnya amdal ini untuk proses mendirikan bangunan di lokasi tertentu. Keadaan ini menyebabkan hal-hal tidak terduga seperti banjir bandang di Garut yang membuat banyak orang bersedih. Saya harap pihak pihak yang nantinya akan membangun di lokasi manapun memperhatikan amdal ini. Setidaknya, kita bisa mengurangi dampak yang tidak diinginkan. Terima kasih dan mohon maaf.

Sumber :